Sudah lama saya ingin membuat Blog pribadi yang berhubungan dengan Hobby saya, kini saatnya saya ingin berbagi pengalaman dalam Blog ini.
Pada tahun 1986 ketika masih duduk di bangku SMP kelas 1 saya sangat kagum melihat tetangga lagi berkomunikasi dengan Pemancar Tabung AM di 80 meter band buatan sendiri dan lawan bicaranya dari berbagai kota bahkan lintas pulau. Ketika dia bicara, tabung lampu neon yang diletakkan di lobang coil menyala terang, katanya itu tanda pemancarnya mengeluarkan daya RF untuk mengirim Suara kita. Waktu itu saya banyak bertanya bagaimana pemancar itu dapat memancarkan suara dan diterima oleh radio penerima lawan biacaranya. Saya mendapat jawaban alakadarnya dan kurang memuaskan karena mungkin menganggap saya ini bocah bau kencur yang gak bakalan ngerti kalau dijelaskan secara teknis.
Akhirnya ketika masuk kelas 2 SMP ada pelajaran pilihan ekstra kurikuler dan saya memilih Elektronika. Dari sinilah saya mulai mengenal dasar-dasar elektronika dan lebih lanjut memperdalam elektronika radio. Dimulai dengan merakit sebuah Radio Kristal yang diperkenalkan oleh guru saya dengan hanya 4 komponen: 1. Varco, 2. Dioda Germanium IN60, 3. Lilitan inti ferit dan 4. Eearphone kristal dan ternyata dapat menangkap siaran Radio AM (waktu itu di bandung banyak Siaran Radio Swasta di AM dan yang paling kuat sinyalnya adalah Radio Volvo karena dekat dengan sekolahan saya).
Mempelajari teknik radio tidak hanya dari guru namun saya belajar juga secara autodidak dengan membeli buku-buku dan majalah elektronika dari menyisihkan uang jajan saya, kadang pulang sekolah dari SMPN 3 Bandung (jalan dewi sartika, dulu terminal kebon kalapa) jalan kaki ke samping gedung PLN Alun-alun Bandung untuk mencari buku-buku elektronika karangan RM Francis D Yuri atau Majalah Elektron bekas terbitan ITB (beberapa koleksi majalah Elektron masih saya simpan). Setelah itu saya mulai merakit Pemancar AM yang PCB (cetakan Ronica) dan Komponennya banyak dijual di Pasar Cikapundung.
Memasuki SMA Hobby Elektronika saya mulai berkurang karena tidak ada ekstra kurikuler Elektronika, ketika itu saya lebih tertarik menekuni hobby yang lainnya di bidang seni musik. Saya bergabung dengan Grup Musik Country SMAN 4 Bandung Jalan Gardujati (dekat Saritem). Grup Music Country ini satu-satunya grup musik country di tingkat SMA di Bandung dimana pihak sekolah menyediakan semua intrument musiknya: Gitar, Bas Betot, Banjo, Biola dan saya menekuni Biola diajari senior dan belajar secara autodidak karena waku itu di grup musik ini belum ada pemain biolanya karena basic saya bermain musik dari belajar gitar dari SD kelas 5 (sempat buat Band Cilik dengan kakak dan tetangga saya).
Seiring dengan kesibukan main musik, hobby ngoprek radio tetap masih jalan, tahun 1990 an di Bandung Radio FM mulai populer, ketika saya ngoprek Radio FM merk Tens untuk menurunkan frekuensi dibawah 88 Mhz karena penasaran frekuensi dibawah 88 Mhz ini ada yang pakai gak sih??? ternyata di 85-86 Mhz ada yang lagi berkomunikasi pakai pemancar FM (secara aturan ini melanggar Undang-undang karena Frekuensi ini bukan untuk komunikasi tapi untuk pemancar komersial/broadcast).
Sejak itu saya mulai lagi bereksperimen dengan membuat pemancar FM untuk komunikasi dengan PCB yang mulai banyak dijual di Pasar Cikapundung, dengan osilator sederhana+driver C2053/C1970 dan Final C1971 lumayan bisa mancar sekitar 5 Watt bisa komunikasi sekitar 5 - 10 Km lokal Bandung.
Selain Pemancar FM, Pemancar Transistor AM 80 meter pun saya rakit juga untuk komunikasi antar kota, yang prakteknya dijalankan di Cepek meter (3 Mhz) karena saya tidak punya ijin amatir radio, waktu itu sepertinya sulit sekali untuk masuk menjadi anggota ORARI karena banyak persyaratan yang membuat saya malas untuk bergabung, padahal sebenarnya banyak manfaatnya karena ORARI selain wadah untuk berkomunikasi juga sebagai ajang belajar teknik radio, karena waktu itu ujian ORARI benar-benar harus menguasai teknik elektronika radio (lain dengan jaman now yang begitu mudahnya orang mengikuti UNAR dan lulus dengan melenggang tanpa bekal pengetahuan elektronika radio...bahkan pegang solder pun mungkin belum pernah dan belum pernah nyium wanginya timah panas).
Lepas dari SMA saya mendapat kesempatan mengenyam pendidikan di IPB melalui jalur tanpa tes (USMI/UMPTN) dan Pemancar FM pun saya boyong ke Bogor, namun Pemancar AM tidak saya bawa karena saya tinggal di tempat kost yang padat penduduk dan tidak memungkinkan untuk membantang antena long wire. Waktu itu belum ada komunitas radio komunikasi FM under 88 di Kota Bogor jadi dianggurin begitu saja. Menginjak tahun kedua saya pindah kampus ke Darmaga dan masuk Fakultas Kehutanan lalu saya uji coba pemancar FM kecil saya dipasang di tempat kost untuk broadcast pakai kaset (belum ada MP3, komputer pun belum pakai hardisk, masih pakai disket besar untuk DOS dan WS/Lotus). Pemancar FM mini ini mendapat tanggapan positif dari teman-teman kampus sebagai sarana hiburan dan ada teman yang hobby cuap-cuap menjadi penyiar dan mendapat sumbangan beberapa kaset untuk diputar. Radio itu diberi nama Sensasi FM, singkatan dari Sentuh Sana Sini karena untuk siaran banyak sekali tombol-tombol tape recorder yang harus dipijit, mutar volume mic manual, kadang-kadang jack audio kurang kencang perlu ditekan-tekan.
Setelah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja di sebuah konsultan kehutanan di jakarta dengan rutinitas kesibukan yang luar biasa memakan waktu, hobby ngoprek radio saya mulai menurun bahkan hampir gak pernah lagi pegang solder apalagi setelah saya diterima PNS dan ditempatkan pertamakali nun jauh di Ambon (1998).
Dampak kerusuhan di Ambon 1999 saya minta dipindahtugaskan ke tempat lain dan mendapat tugas di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang berkantor di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi sejak tahun 2000. Aktifitas ngoprek radio di TNGHS mulai lagi karena ada fasilitas 3 unit Repeater VHF untuk menghubungkan komunikasi antar pos polisi kehutanan yang tersebar di 3 kabupaten (Bogor, Sukabumi, Lebak), jika ada trouble, teknisinya, Pak Idon, dipanggil dari jakarta dan saya selalu ikut mendampingi sambil mempelajari teknik repeater sama beliau.
Tahun 2006 - 2008 saya mendapatkan beasiswa meneruskan sekolah dan aktifitas ngoprek radio berhenti total karena harus fokus menyelesaikan studi tepat waktu.
Setelah selesai sekolah saya kembali bertugas di TNGHS selama beberapa bulan sampai akhirnya mendapat panggilan tugas baru di Kantor Pusat Jakarta mulai awal 2009. Dengan lebih mudahnya akses internet di kantor jakarta, saya mulai tertarik kembali untuk ngoprek radio dengan searching di Google dan nonton youtube, sampai akhirnya saya terinspirasi dengan skema BITX20 yang dipublish oleh Farhan dengan komponen yang mudah didapat bisa dibangun sebuah transceiver. Saya mulai mencari-cari blog lokal sampai akhirnya nemu blog Pak Indra S Ekoputro (Blekokqrp) YD1JJJ dan Pak Yoke Kurnia YC3LVX yang mempublish pengembangan-pengembangan BITX serta Channel Youtube Pak Maskuri YD3KUR yang rajin mempublish tutorial membuat BITX dari sinilah saya mulai tertarik untuk mencobanya.
Tahun 2015 saya mulai manasin solder lagi dengan membeli PCB BITX dari salahsatu toko online terkemuka dan membeli komponennya di bogor dan bandung (pasar cikapundung ada salah satu toko yang dari dulu jualan komponen radio langganan saya, sampai sekarang masih buka namun si engko nya sudah meninggal, diterusin sama istri dan anaknya).
Karena kesibukan dengan rutinitas pekerjaan, selama setahun saya ngoprek BITX namun belum bunyi padahal semua komponen sudah sesuai dan tutorial dari blog dan youtube yang saya sebutkan diatas sudah saya ikuti.
Setelah saya membeli alat bantu kristal tester dan frekuensi meter, ternyata permasalahannya ada di ladder filter (Kristal Filter) yang kristalnya tidak identik, VFO dengan varco dan lilitan inti ferit yang tidak stabil, dan BFO yang belum pas dengan Kristal Filter (keluar suara seperti bebek). Hampir frustasi, setahun saya anggurin lagi tuh BITX karena kesibukan pekerjaan.
Ingin sekali rasanya berdiskusi langsung dengan para master radio terutama Pak Indra yang kebetulan tinggal di Bogor juga, namun malu rasanya kalau saya tidak masuk organisasi ORARI yang mewadahi Bogor Homebrew. Akhirnya setelah saya mempertimbangkan dengan matang saya memutuskan untuk ikut bergabung di ORARI untuk menyalurkan hobby saya dalam ngoprek radio, dan mendaftar UNAR melalui Orlok Bogor karena tempat tinggal saya lebih dekat ke Sekreatriat Orlok Bogor meski KTP saya Kabupaten Bogor. UNAR pada tanggal 16 Juli 2017 di Bekasi saya lalui dengan mulus karena soal-soal UNAR sudah tidak asing lagi buat saya khususnya pertanyaan teknik elektronika radio.
Kiprah pertama saya di ORARI adalah mengikuti Kompetisi Tracking Satelit Radio Amatir Lapan A2 (IO-86) tanggal 22-24 September 2017.
Sudah hampir setahun IAR saya belum keluar, namun saya sudah merasa happy bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan teman-teman Bogor Homebrew (BHR) mengembangkan radio komunikasi homebrew khususnya untuk HF dibawah bimbingan Pak Indra S. Ekoputro yang konsisten tiap hari minggu bertemu di Seklok ORARI Bogor. Sudah banyak karya-karya Pak Indra di publish di FB beliau bahkan ada beberapa yang dirilis (dijual dalam bentuk kit) dan tim BHR mendapat kesempatan untuk menyolder Prototype transceiver yang dikembangkan Pak Indra. Saya sangat berterimakasih sama Pak Indra dan Tim BHR dimana saya banyak menimba ilmu ngoprek radio saat ini. Saat ini saya sedang mengembangkan prototype transceiver untuk komunikasi digital dengan mode FT8 yang mulai banyak dipakai oleh amatir radio di seluruh dunia, dan hasilnya saya sudah bisa me-receive trasmisi FT8 di 40 meter band dari 3 benua dengan antena bazooka.Postingan saya selanjutnya akan berbagi pengalaman selama ini dalam merakit prototype yang dikembangkan BHR.
Pada tahun 1986 ketika masih duduk di bangku SMP kelas 1 saya sangat kagum melihat tetangga lagi berkomunikasi dengan Pemancar Tabung AM di 80 meter band buatan sendiri dan lawan bicaranya dari berbagai kota bahkan lintas pulau. Ketika dia bicara, tabung lampu neon yang diletakkan di lobang coil menyala terang, katanya itu tanda pemancarnya mengeluarkan daya RF untuk mengirim Suara kita. Waktu itu saya banyak bertanya bagaimana pemancar itu dapat memancarkan suara dan diterima oleh radio penerima lawan biacaranya. Saya mendapat jawaban alakadarnya dan kurang memuaskan karena mungkin menganggap saya ini bocah bau kencur yang gak bakalan ngerti kalau dijelaskan secara teknis.
Akhirnya ketika masuk kelas 2 SMP ada pelajaran pilihan ekstra kurikuler dan saya memilih Elektronika. Dari sinilah saya mulai mengenal dasar-dasar elektronika dan lebih lanjut memperdalam elektronika radio. Dimulai dengan merakit sebuah Radio Kristal yang diperkenalkan oleh guru saya dengan hanya 4 komponen: 1. Varco, 2. Dioda Germanium IN60, 3. Lilitan inti ferit dan 4. Eearphone kristal dan ternyata dapat menangkap siaran Radio AM (waktu itu di bandung banyak Siaran Radio Swasta di AM dan yang paling kuat sinyalnya adalah Radio Volvo karena dekat dengan sekolahan saya).
Mempelajari teknik radio tidak hanya dari guru namun saya belajar juga secara autodidak dengan membeli buku-buku dan majalah elektronika dari menyisihkan uang jajan saya, kadang pulang sekolah dari SMPN 3 Bandung (jalan dewi sartika, dulu terminal kebon kalapa) jalan kaki ke samping gedung PLN Alun-alun Bandung untuk mencari buku-buku elektronika karangan RM Francis D Yuri atau Majalah Elektron bekas terbitan ITB (beberapa koleksi majalah Elektron masih saya simpan). Setelah itu saya mulai merakit Pemancar AM yang PCB (cetakan Ronica) dan Komponennya banyak dijual di Pasar Cikapundung.
Memasuki SMA Hobby Elektronika saya mulai berkurang karena tidak ada ekstra kurikuler Elektronika, ketika itu saya lebih tertarik menekuni hobby yang lainnya di bidang seni musik. Saya bergabung dengan Grup Musik Country SMAN 4 Bandung Jalan Gardujati (dekat Saritem). Grup Music Country ini satu-satunya grup musik country di tingkat SMA di Bandung dimana pihak sekolah menyediakan semua intrument musiknya: Gitar, Bas Betot, Banjo, Biola dan saya menekuni Biola diajari senior dan belajar secara autodidak karena waku itu di grup musik ini belum ada pemain biolanya karena basic saya bermain musik dari belajar gitar dari SD kelas 5 (sempat buat Band Cilik dengan kakak dan tetangga saya).
Seiring dengan kesibukan main musik, hobby ngoprek radio tetap masih jalan, tahun 1990 an di Bandung Radio FM mulai populer, ketika saya ngoprek Radio FM merk Tens untuk menurunkan frekuensi dibawah 88 Mhz karena penasaran frekuensi dibawah 88 Mhz ini ada yang pakai gak sih??? ternyata di 85-86 Mhz ada yang lagi berkomunikasi pakai pemancar FM (secara aturan ini melanggar Undang-undang karena Frekuensi ini bukan untuk komunikasi tapi untuk pemancar komersial/broadcast).
Sejak itu saya mulai lagi bereksperimen dengan membuat pemancar FM untuk komunikasi dengan PCB yang mulai banyak dijual di Pasar Cikapundung, dengan osilator sederhana+driver C2053/C1970 dan Final C1971 lumayan bisa mancar sekitar 5 Watt bisa komunikasi sekitar 5 - 10 Km lokal Bandung.
Selain Pemancar FM, Pemancar Transistor AM 80 meter pun saya rakit juga untuk komunikasi antar kota, yang prakteknya dijalankan di Cepek meter (3 Mhz) karena saya tidak punya ijin amatir radio, waktu itu sepertinya sulit sekali untuk masuk menjadi anggota ORARI karena banyak persyaratan yang membuat saya malas untuk bergabung, padahal sebenarnya banyak manfaatnya karena ORARI selain wadah untuk berkomunikasi juga sebagai ajang belajar teknik radio, karena waktu itu ujian ORARI benar-benar harus menguasai teknik elektronika radio (lain dengan jaman now yang begitu mudahnya orang mengikuti UNAR dan lulus dengan melenggang tanpa bekal pengetahuan elektronika radio...bahkan pegang solder pun mungkin belum pernah dan belum pernah nyium wanginya timah panas).
Lepas dari SMA saya mendapat kesempatan mengenyam pendidikan di IPB melalui jalur tanpa tes (USMI/UMPTN) dan Pemancar FM pun saya boyong ke Bogor, namun Pemancar AM tidak saya bawa karena saya tinggal di tempat kost yang padat penduduk dan tidak memungkinkan untuk membantang antena long wire. Waktu itu belum ada komunitas radio komunikasi FM under 88 di Kota Bogor jadi dianggurin begitu saja. Menginjak tahun kedua saya pindah kampus ke Darmaga dan masuk Fakultas Kehutanan lalu saya uji coba pemancar FM kecil saya dipasang di tempat kost untuk broadcast pakai kaset (belum ada MP3, komputer pun belum pakai hardisk, masih pakai disket besar untuk DOS dan WS/Lotus). Pemancar FM mini ini mendapat tanggapan positif dari teman-teman kampus sebagai sarana hiburan dan ada teman yang hobby cuap-cuap menjadi penyiar dan mendapat sumbangan beberapa kaset untuk diputar. Radio itu diberi nama Sensasi FM, singkatan dari Sentuh Sana Sini karena untuk siaran banyak sekali tombol-tombol tape recorder yang harus dipijit, mutar volume mic manual, kadang-kadang jack audio kurang kencang perlu ditekan-tekan.
Setelah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja di sebuah konsultan kehutanan di jakarta dengan rutinitas kesibukan yang luar biasa memakan waktu, hobby ngoprek radio saya mulai menurun bahkan hampir gak pernah lagi pegang solder apalagi setelah saya diterima PNS dan ditempatkan pertamakali nun jauh di Ambon (1998).
Dampak kerusuhan di Ambon 1999 saya minta dipindahtugaskan ke tempat lain dan mendapat tugas di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang berkantor di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi sejak tahun 2000. Aktifitas ngoprek radio di TNGHS mulai lagi karena ada fasilitas 3 unit Repeater VHF untuk menghubungkan komunikasi antar pos polisi kehutanan yang tersebar di 3 kabupaten (Bogor, Sukabumi, Lebak), jika ada trouble, teknisinya, Pak Idon, dipanggil dari jakarta dan saya selalu ikut mendampingi sambil mempelajari teknik repeater sama beliau.
Tahun 2006 - 2008 saya mendapatkan beasiswa meneruskan sekolah dan aktifitas ngoprek radio berhenti total karena harus fokus menyelesaikan studi tepat waktu.
Setelah selesai sekolah saya kembali bertugas di TNGHS selama beberapa bulan sampai akhirnya mendapat panggilan tugas baru di Kantor Pusat Jakarta mulai awal 2009. Dengan lebih mudahnya akses internet di kantor jakarta, saya mulai tertarik kembali untuk ngoprek radio dengan searching di Google dan nonton youtube, sampai akhirnya saya terinspirasi dengan skema BITX20 yang dipublish oleh Farhan dengan komponen yang mudah didapat bisa dibangun sebuah transceiver. Saya mulai mencari-cari blog lokal sampai akhirnya nemu blog Pak Indra S Ekoputro (Blekokqrp) YD1JJJ dan Pak Yoke Kurnia YC3LVX yang mempublish pengembangan-pengembangan BITX serta Channel Youtube Pak Maskuri YD3KUR yang rajin mempublish tutorial membuat BITX dari sinilah saya mulai tertarik untuk mencobanya.
Tahun 2015 saya mulai manasin solder lagi dengan membeli PCB BITX dari salahsatu toko online terkemuka dan membeli komponennya di bogor dan bandung (pasar cikapundung ada salah satu toko yang dari dulu jualan komponen radio langganan saya, sampai sekarang masih buka namun si engko nya sudah meninggal, diterusin sama istri dan anaknya).
Karena kesibukan dengan rutinitas pekerjaan, selama setahun saya ngoprek BITX namun belum bunyi padahal semua komponen sudah sesuai dan tutorial dari blog dan youtube yang saya sebutkan diatas sudah saya ikuti.
Setelah saya membeli alat bantu kristal tester dan frekuensi meter, ternyata permasalahannya ada di ladder filter (Kristal Filter) yang kristalnya tidak identik, VFO dengan varco dan lilitan inti ferit yang tidak stabil, dan BFO yang belum pas dengan Kristal Filter (keluar suara seperti bebek). Hampir frustasi, setahun saya anggurin lagi tuh BITX karena kesibukan pekerjaan.
Ingin sekali rasanya berdiskusi langsung dengan para master radio terutama Pak Indra yang kebetulan tinggal di Bogor juga, namun malu rasanya kalau saya tidak masuk organisasi ORARI yang mewadahi Bogor Homebrew. Akhirnya setelah saya mempertimbangkan dengan matang saya memutuskan untuk ikut bergabung di ORARI untuk menyalurkan hobby saya dalam ngoprek radio, dan mendaftar UNAR melalui Orlok Bogor karena tempat tinggal saya lebih dekat ke Sekreatriat Orlok Bogor meski KTP saya Kabupaten Bogor. UNAR pada tanggal 16 Juli 2017 di Bekasi saya lalui dengan mulus karena soal-soal UNAR sudah tidak asing lagi buat saya khususnya pertanyaan teknik elektronika radio.
Kiprah pertama saya di ORARI adalah mengikuti Kompetisi Tracking Satelit Radio Amatir Lapan A2 (IO-86) tanggal 22-24 September 2017.
Sudah hampir setahun IAR saya belum keluar, namun saya sudah merasa happy bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan teman-teman Bogor Homebrew (BHR) mengembangkan radio komunikasi homebrew khususnya untuk HF dibawah bimbingan Pak Indra S. Ekoputro yang konsisten tiap hari minggu bertemu di Seklok ORARI Bogor. Sudah banyak karya-karya Pak Indra di publish di FB beliau bahkan ada beberapa yang dirilis (dijual dalam bentuk kit) dan tim BHR mendapat kesempatan untuk menyolder Prototype transceiver yang dikembangkan Pak Indra. Saya sangat berterimakasih sama Pak Indra dan Tim BHR dimana saya banyak menimba ilmu ngoprek radio saat ini. Saat ini saya sedang mengembangkan prototype transceiver untuk komunikasi digital dengan mode FT8 yang mulai banyak dipakai oleh amatir radio di seluruh dunia, dan hasilnya saya sudah bisa me-receive trasmisi FT8 di 40 meter band dari 3 benua dengan antena bazooka.Postingan saya selanjutnya akan berbagi pengalaman selama ini dalam merakit prototype yang dikembangkan BHR.
pertamax ,
BalasHapus